Jumat, 22 November 2013

A Little Orange in the Big Apple (BAB 11)

11. Kepak Sayap Ali dan Reynolds

Hari yang menakjubkan telah tiba. Terbang ke New York!  
Para kerabat melepas Caroline sekeluarga dengan saling berpelukan. Bahkan Nenek Agnes begitu baik memberi Ali dan Reynolds uang untuk jajan. Paman Dan mengangkat Ali dan berpura-pura menerbangkannya mengelilingi langit-langit di rumah yang kosong untuk terakhir kalinya, ia bergurau tentang bayi buaya yang harus dilihatnya ketika sampai New York nanti.
Nenek Nettie turut senang atas Caroline dan terus mengatakan bahwa George membutuhkan keluarga di dekatnya, menjaga agar kakinya tetap menapak tanah dan kepalanya tak melebihi batas awan. Ali tak mengerti apa maksudnya, tapi terdengar suatu kalimat yang baik. Paman Mack berpesan agar Ali mengingat bahwa ia selalu “San Fernando Ali” baginya.  Ali meyakinkannya, ia takkan lupa  itu.
Berada di dalam pesawat adalah hal yang paling mengesankan bagi Ali. Mereka jauh di atas awan, melihat keluar dari jendela kecil. Di bawah sana hanya terlihat tempelan warna coklat dan hijau. Dari atas kita tidak bisa melihat rumah-rumah atau apapun. Derum dan gemuruh baling-baling sangatlah menakjubkan. Wanita berjalan mondar-mandir di lorong memberi mereka makanan dan miniatur sayap maskapai untuk Ali dan Reynolds untuk dikenakan pada baju mereka, seperti yang ada pada jaketnya. Hati Ali berdebar karena  luapan kegembiraan, naik pesawat terbang, pergi ke tempat baru untuk tinggal dan berjumpa dengan ayahnya.
Terdiam di kursinya Ali sedang memikirkan ayahnya. Meskipun ia tidak setinggi Paman Dan, ayahnya termasuk jangkung. Ibunya selalu mengatakan bahwa ia begitu tampan dengan rambut yang hitam, senyum menawan dengan mata biru. Tampak seperti bintang film, begitu  ibunya bilang.  
Ali merasa ia tidak mirip ayah atau ibunya. Ia dan Reynolds berambut pirang, walau mereka bermata biru seperti ayahnya. Begitu banyak hal yang terpikirkan saat berada di dalam pesawat. Sesekali pria yang menerbangkan pesawat memberitahu para penumpang ketika mendekati tempat-tempat tertentu contohnya saat terbang di atas danau.
New York benar-benar jauh dari Valley. Ibunya dan Reynolds bermain kartu, sementara Ali membaca buku favoritnya, Alice in Wonderland. Ia selalu menyukai bagian pertama, dimana Alice terjatuh ke lubang kelinci dan memulai petualangannya dengan segala macam binatang aneh dan orang-orang di tempat ajaib.
Ketika mereka mendarat di bandara dan mengambil barang-barang. Sekeluarga naik mobil warna kuning (taksi) dan melaju jauh ke tempat baru mereka.
“Wow, lihat semua gedung-gedung tinggi itu.” seru Reynolds. Reynolds yang hampir tak pernah terkesan dengan apapun, kagum pada semua hal yang ia lihat dari taksi. Ibunya terus menunjuk pada objek yang berbeda-beda. Ali dan kakaknya terus memutar kepala dari sisi ke sisi untuk melihat semuanya.
Mereka memperhatikan  jalan-jalan sepanjang kota.
“Nah, anak-anak! Ini adalah Manhattan.” kata sopir taksi sambil menatap mereka bertiga yang duduk di belakang melalui kaca spion.
“Loh, kupikir pikir kita akan ke New York Bu,” cetus Ali.
“Manhattan merupakan bagian dari New York. Ini juga kota besar. Lihatlah di sini, di buku panduan perjalanan yang ayahmu kirimkan. Disini tertulis, kota New York terdiri dari 5 sektor atau kota kecil, Manhattan, Brooklyn, Queens, Bronx dan Staten Island.” Ali belum pernah mendengar tentang tempat-tempat itu. Satu-satunya yang terdengar familiar adalah “Queens” seperti ‘Queen Of Heart’ dalam buku Alice in Wonderland.
“Dimana ayah tinggal Bu?” tanya Ali.
 “Dia ada di sebuah hotel dimana kita akan bertemu sebentar lagi, Sayang. Yang pertama melihat tanda Hotel Preston dapat satu dolar.” kata ibu Ali.
“Kita akan tinggal disana untuk sementara waktu sampai apartemen siap dihuni pada bulan Oktober.” tambah Caroline. Ia terus melihat keluar jendela saat taxi melalui jalan-jalan ramai.
Caroline merasa seperti ibunya yang telah melakukan perjalanan ke Chicago ketika masih muda dan dibesarkan di Hollywood, tapi dirinya belum pernah melihat sebuah kota yang agaknya sebesar di New York.
Mereka semua berhimpitan di kursi belakang. Masing-masing membayangkan kehidupan seperti apa yang akan terjadi pada mereka.
“Aku sudah tak sabar melihat ayahmu.” kata Caroline.
“Aku ingin pergi ke Patung Liberty.” ujar Reynolds.
“Aku ingin melihat ayah juga.” kata Ali memegang erat lengan ibunya dengan Smokey berderak di antaranya.
“Aku melihatnya!” teriak Reynolds.” Hotel Preston berada di pojok sana. “Aku menang!” pekiknya penuh kemenangan. Ali tidak peduli. Kemudian dia berteriak  “Ayah di sana. Lihat ibu! Ayah melambai pada kita. George pun cepat berlari menuruni tangga hotel dan menyambut keluarganya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar