Selasa, 22 Oktober 2013

A Little Orange in the Big Apple (BAB 5)

5 . Kepala Ayam dan Kenari

                “Anak-anak, waktunya berkunjung ke rumah Nenek Nettie. Pasti ia memiliki kejutan Natal untuk kalian.” seru Caroline. Ali sangat menyukai nenek Nettie, ia jauh berbeda dari Nenek Agnes. Ia takkan mengabaikanmu dan akan mengajakmu ngobrol. Ia memiliki beberapa ayam kurus kering yang mati di halaman belakang rumahnya, hmmm, sedikit mengerikan. Ia juga memiliki kandang dengan kelinci-kelinci kecil yang dipeliharanya. Nenek Nettie juga memiliki jigsaw puzzle (teka-teki gambar berpotong) dengan banyak kepingan-kepingan kecil yang tersebar di atas meja kartunya di ruang tamu. Bau kopi panas serta roti baru dipanggang selalu memenuhi rumah kecilnya di Ranch Street.
Nenek Nettie sedang membuka pintu depan emperan kayunya yang berantakan dan berdebu dimana terkadang ia duduk-duduk di kursi goyangnya pada sore hari ketika Caroline melaju di halaman rumahnya. Ia mengenakan daster cerah tanpa robekan. Kebanyakan dasternya memiliki robekan kecil terutama di bawah lengan karena pekerjaannya yang berhubungan dengan ayam dan kelinci di halaman belakang. Rambut abu-abunya disanggul dengan beberapa helai rambut yang menjuntai pada lehernya.
“Selamat datang anak-anak!” sambutnya sambil memeluk Ali dan Reynolds dengan lengannya yang kuat saat mereka melangkah keluar dari mobil.
“Ayo masuk,  Caroline. Kopi sudah tersedia dan hadiah menunggu untuk dibuka.”
Reynolds berbisik di telinga Ali “Taruhan, kamu akan dapat kepala ayam mati sebagai kado natal.”
“Taruhan, kamu akan dapat dua.” balas Ali.  Mereka langsung berlari menuju halaman belakang untuk melihat kelinci dan apapun yang bisa mereka temukan di hutan marga satwa Nenek Nettie. Ada  pohon kenari, kandang-kandang kelinci, dan kandang-kandang ayam. Memang bau sekali disana tapi sangat menyenangkan.
Ali segera menuju kandang kelinci. Hati-hati dibukanya pintu kawat yang mengurung Old Henrietta, kelinci kesukaannya. Disitu ia dapat mendengar percakapan ibu dan neneknya karena jendela dapur terbuka. Kadang-kadang menarik juga mendengarkan obrolan orang dewasa. (yang tak menarik adalah mendengar mereka menyuruhmu untuk tidur).
Nenek Nettie meraih tangan Caroline dan bertanya dengan senyumnya yang hangat dengan menghadap secangkir kopi.
 “Suamimu sudah menelepon?”
                “Tentu saja. Dia menelepon dini hari tadi, mengucapkan selamat natal pada kami semua. Tidak ngobrol lama sih karena mahalnya ongkos telepon jarak jauh. Tapi, senang rasanya mendengar suaranya. Aku sangat merindukannya.” desah Caroline.
“Anakku itu memang tak bisa memikirkan apapun kecuali bernyanyi. Dia akan mengisi pertunjukan besar dan baru pulang suatu hari nanti.”
“Yah, kupikir begitu.” kata Caroline pasrah, tak tahu masa depan seperti apa yang akan dihadapinya nanti.
“Jadi kamu masih berkutat dengan mesin hitung di pabrik Chevrolet itu?” tanya Nettie sembari  memberi Caroline secangkir kopi .
“Ya, masih bekerja di kantor agar dapur tetap ngebul. Aku menjemput anak-anak setiap akhir pekan.  Mereka begitu aktif. Sulit bagiku mengurus semuanya. Jujur, aku tak suka menitipkan anak-anak di asrama, tapi aku sangat lelah ketika pulang bekerja pada malam hari. Yah, itu satu-satunya yang terbaik yang bisa kulakukan sekarang.” jawab Caroline mengedikkan bahu dengan perasaan bersalah.
“Sayang, aku tahu kau sudah melakukan yang terbaik.  Aku tak menghakimimu. Yah, kuharap aku bisa turut menjaga anak-anak. Tapi aku sudah terlalu tua. Yang bisa kulakukan hanya menjual telur dan kenari di peternakan kecilku ini.
 “Oh ya, dimana anak-anak? Anak-anak! masuklah kesini dan buka hadiah kalian” seru Nenek Nettie dengan suaranya yang menggelegar dari jendela dapur.
Ali dan Reynolds berlari dari halaman belakang dimana Reynolds sedang mencari beberapa kepala ayam mati yang biasa ditemukan dekat pohon tua tunggul dimana sesekali nenek mereka memotong kepala ayam untuk makan malam. Sebagian besar telurnya  dijual ke penduduk setempat. Kepala-kepala ayam itu bercampur dengan kenari yang berjatuhan dari pohon. Anak-anak akan menginjak-injak sekitarnya dan membuat suara gemerisik.
Reynolds sedang berusaha mencari kepala ayam untuk dilemparkan ke adiknya untuk membuatnya berteriak.
“Bu, Ali menguping ketika ibu dan nenek ngobrol.” lapor Reynolds segera ketika ia masuk.
“Jangan jadi anak pengadu.” sahut ibunya. “Cuci tangan kalian berdua. Waktunya membuka hadiah Natal.”
Ali menatap ibunya .
                “Ada apa Ali?”
“Apakah Reynolds dan aku seperti kuda?”
“Apa sih yang kamu bicarakan. Ali?”
“Di televisi , para koboi mengurung kuda mereka di kandang.”
“Dia pasti telah mendengar percakapan kita tadi ketika kau bilang tidak suka menitipkan anak-anak di asrama.” kata Nenek Nettie sambil tertawa kecil.
“Tidak Ali.  Kamu tidak seperti kuda! Sekarang cuci tanganmu.” kata ibunya. Anak-anak bergegas ke dapur untuk mencuci tangan. Caroline menoleh kepada Nettie  “Kupikir Ali terlalu banyak menonton film koboi di televisi.”

Mereka berdua pun membuka hadiah natal. Sebuah papan karambol baru untuk Reynolds dan topi koboi untuk Ali sebagai kado natal. Nenek Nettie selalu tahu apa yang disukai Ali. Tak seperti Nenek Agnes yang terus memberikan boneka dan saputangan buatannya. Nenek Nettie memahami ia suka memanjat pohon, mencari udang di sungai dan tentu saja “menembak orang jahat”
Setelah makan malam, Nenek Nettie menyalakan televisi yang memutar film lama tentang pria tua bernama Scrooge yang tidak suka Natal .
“Bagaimana mungkin ada orang yang tak menyukai Natal?” tanya Ali sambil menguap.  Nenek Nettie menariknya ke pangkuan dan Ali perlahan-lahan tertidur.

Kamis, 17 Oktober 2013

A Little Orange in the Big Apple (BAB 4)

4. Natal dengan Keluarga

Ali bergegas melalui pintu depan dan mendapati Reynolds mengadu pada ibu seperti biasa.
“Dia turun ke sungai lagi,  Bu.”
“Ali”  ibu memandangnya cemas. “Lepas sepatu yang penuh lumpur itu dan lemparkan ke teras.” Ibu meraih lengan Ali dan membawanya ke kamar mandi .
“Mandilah, simpan pistol itu! Demi Tuhan. Nenek  Agnes, Paman Mack, Bibi Lurline dan Paman Dan akan kesini sebentar lagi.”
“Oh, Paman Dan! Apakah ia masih mengenakan seragamnya? Apakah ia membawa senapan, lagi?” pekik Ali .
“Sudahlah, masuklah ke kamar mandi sekarang.” kata ibunya. 
Betapa spesialnya ketika Santa dan Paman Dan datang!  Ia yang mengiriminya jaket warna emas dengan sedikit warna merah dan bordir naga di bagian depan untuk kado ulang tahunnya beberapa tahun lalu.  Saat itu Paman Dan sedang dalam peperangan di tempat yang jauh dari Valley tapi sekarang ia telah kembali. Ibu telah menunjukkannya melalui globe, tempat dimana Paman Dan berperang, tempat itu berwarna merah dan terlihat seperti kepala naga.  Paman Dan mirip seperti koboi karena ia punya pistol dan mengendarai tank (meskipun tank pasti tak sebagus kuda, pikir Ali )
Ibu Ali menyukai Natal. Ia menghias apapun yang di rumah, terutama pohon Natal kecil di ruang tamu. Banyak hadiah yang terselip di bawahnya dan tentu saja, Santa akan membawa lebih banyak hadiah lagi nantinya. Reynolds menyeringai lagi pada adiknya lalu turun menuju ke kamarnya.
“Bu, aku mau keluar sebentar ada dua kado yang perlu dibungkus.” kata Reynold sembari menutup pintu kamarnya, takut-takut kalau ada yang menyusup. Terutama adiknya .
Ali bergegas mandi, setelahnya ia mengenakan jaket naga yang indah dari Paman Dan, kemudian menuju ruang tamu. Ibunya selalu memutarkan musik Natal pada gramofon di antara kesibukan dapur untuk menyiapkan makan malam. Caroline Spain, ibu Ali itu sedang berlutut dekat pohon Natal dan menempatkan foto suaminya pada lengan Santa yang terangkat, seolah-olah mengucapkan “Selamat Natal.” Ayah Ali memang hampir tidak pernah di rumah. Dia sedang road show, begitu ibunya bilang. George Spain, ayah Ali itu adalah seorang penyanyi . Sudah lama sekali ketika Ali masih kecil, ia masih bisa mengingat ayahnya menyanyikan sebuah lagu berjudul “It’s Gonna Be a Great Day.”
 Dia akan menyanyikan sebuah lirik dan menekan tuts-tuts pada piano berulang-ulang.
“Hello” terdengar suara yang begitu akrab dari pintu depan “Ada orang di rumah?”
 “Silakan masuk, silakan masuk.” teriak Caroline dari dapur. Semua kerabat telah datang, mereka berbicara, tertawa dan berjalan ke dapur dimana Caroline sibuk mempersiapkan makan malam. Saling memeluk dan khusus untuk Ali tepukan kecil di kepalanya.
“Nah, kamu cukup rapi, gadis kecilku yang liar.” dengus Nenek Agnes. Paman Mack, saudara nenek, berada tepat di belakangnya.
“Nah bagaimana kabarmu gadis kecilku San Fernando Ali? Masih menembak bandit di kampung?” Paman Mack memang lucu. Semua orang selalu tertawa ketika ia memanggil “San Fernando Ali.” pendengarannya sudah berkurang. Kadang Ali perlu mengulang berteriak “Hai Paman Mack.”
Bibi Lurline,  adik nenek menatap Ali. Selama keseribu kalinya ia menyebut Ali sedikit tomboi lalu pergi ke dapur untuk membantu Caroline .
“Paman Dan” teriak Ali berlari ke pamannya yang sangat tinggi. Kepalanya hampir mencapai langit-langit!
“Apa kabar keponakan kecilku?” Paman Dan mengulurkan tangan dan mengangkat Ali tinggi-tinggi.
“Lututku tergores ketika jatuh dari ayunan Mrs Amity.” Kata Ali menunjuk ke bawah lututnya .
“Biarkan aku menciumnya.” kata Paman Dan. “Kulihat kau mengenakan jaket yang kukirim dari  Korea.”  Itulah tempat yang di globe tampak seperti naga, pikir Ali . Paman Dan kemudian mengangkat Ali sampai ke langit-langit seperti sebuah pesawat terbang lalu berputar-putar di sekitar ruang tamu sambil melentangkan tangan dan berteriak “Zoom….zoom….aduh.”  Tak sengaja lututnya membentur kepala Paman Dan.
“Hati-hati , atau kamu akan merusak pesawat, Nak.” canda Paman Dan.
 Begitu sibuk kegiatan di dapur. Semua perempuan meraih mangkuk-mangkuk untuk persiapan makan malam. Para lelaki mengatur meja di ruang tamu.
“Ayo semua, ke meja sekarang, waktunya untuk mengucap syukur.” kata Caroline. Semua sanak saudara menempatkan diri sekitar meja dan meletakkan serbet di pangkuan, kemudian menatap Caroline. Hanya ada tujuh orang di sekeliling meja. Namun, sungguh luar biasa rasanya ketika semua telah berkumpul. Ini sangat jarang terjadi. Caroline mengawali ucapan natal, namun tiba-tiba terhenti ketika ia melihat Reynold.
“Jangan menyentuh apapun di atas meja sampai selesai mengucap syukur.”  Perintah Caroline dengan kepala tetap menunduk, tapi matanya tertuju pada anaknya. Reynolds meletakkan tangannya kembali ke pangkuan. Ali tersenyum dan berpikir setidaknya ibunya melihat bahwa, Reynold tidak selalu bisa meloloskan sesuatu, seperti mendahului mencomot paha kalkun.
“Terima kasih atas semua berkah dan berkumpulnya keluarga kami pada malam Natal ini serta untuk mereka yang jauh.” ucap Caroline. Semua menganggukkan kepala mengamini.
“Dan semoga acara George berjalan lancar dan sukses besar.” tambahnya tersenyum.
Ketika semua kerabat mulai menikmati makanan di meja, Caroline bertanya apakah mereka menyukai musik yang barusan ia putar.
“Musik apa sih itu? Apakah Christmassy?” tunjuk Bibi Lurline.
“Ini album Broadway ‘Kismet’ pertunjukkan George.”jawab Caroline.
 “Kiss apa?” tanya Paman Mack sambil mencocol kentang. Tangannya membentuk corong ke telinganya agar bisa mendengar dengan baik.
“Kismet itu nama pertunjukan George. Pembukaannya baru beberapa minggu lalu di Broadway.”
“Betapa konyol  nama pertunjukan itu. “Kismet artinya apa sih?” tanya Bibi Lurline.
“Artinya sesuatu seperti takdir atau nasib dan semacamnya lah. Coba dengarlah musiknya.” mohon Caroline.
“Nah, kenapa tak disebut ‘Takdir’ saja ‘Kismet’ terdengar asing di telingaku.” tambah Bibi Lurline mencela. Ali memandang bibi tua dan menduga pasti ada sesuatu yang tak disukainya. Ia selalu menemukan kesalahan dalam hal apapun.

Ali ingat, satu lagu favoritnya pada rekaman itu adalah “Rhymes have I” dimana ada lirik  “unta adalah binatang mamalia.”
Caroline menyerah memainkan musik ‘Kismet’. Ia menyalakan radio untuk mencari saluran yang memutar lagu-lagu Natal. Lalu duduk di meja sekali lagi dan menyeka keningnya dengan serbet .
“Hidangan yang nikmat Caroline, terlalu sayang George melewatkan ini.” kata Nenek Agnes sembari meletakkan cranberry ke piringnya.
“Jadi di mana dia sekarang?” tanya Paman Mack berusaha fokus menyimak sehingga ia bisa mendengar.
“Dia di kota New York .” jawab Caroline .
“Eh, dimana tadi kau bilang?” tanya Paman Mack lagi.
“KOTA NEW YORK” seru Caroline hingga Paman Mack bisa mendengarnya. Ali menggumam pelan “Kota New York ”.
“Dimana itu Bu?”
“Tempat yang jauh.” kata Caroline sendu. “Nanti ibu tunjukkan di globe, Sayang.”
“Huh, tak habis pikir bagaimana kamu bisa ditinggal sendirian untuk merawat anak-anak. Sementara dia pergi keliling kota untuk bernyanyi. Belum pernah kujumpai hal semacam itu. Sebuah keluarga itu seharusnya selalu bersama-sama.” dengus Bibi Lurline.
“Ia punya suara yang bagus. Menyanyi di Broadway itu merupakan cita-citanya sejak lama.” jelas ibu Ali.
“Ya, aku ingat.” kata Nenek Agnes. “Hari dimana Ali lahir ketika ia mengumumkan mendapat pekerjaan untuk menyanyi.”  lanjut Bibi Agnes menyiratkan seolah-olah menyanyi adalah pekerjaan yang buruk.
“Kau ingat Caroline, seharusnya kau memperingatkan bahwa Ali itu baru saja lahir.” Nenek Agnes menambahkan seraya menatap Ali seakan-akan dia adalah alasan George ingin pergi. Ali menundukkan kepalanya, terngiang-ngiang disana kata-kata Nenek Agnes yang “Hari itu adalah dimana  Ali baru saja lahir.”
Tiba-tiba Caroline mengucap sangat keras dengan sedikit kesal. “Selamat Natal semua!!!” Keluarga Caroline saling memandang dan berhenti bertanya tentang George. Ali memperhatikan bagaimana kerabatnya langsung terdiam, dan mulai berkonsentrasi pada makan, bukannya mengobrol.
Setelah makan malam , semua orang pindah ke ruang tamu untuk mencari tempat yang lebih nyaman untuk membuka hadiah Natal. Ali membuka bungkusan hadiah dan tersenyum pada setiap orang, memberi pelukan dan mengucapkan terima kasih. Tapi yang dipikirkannya adalah mengapa ayahnya meninggalkannya saat ia baru lahir.
Malam itu ketika Ali hendak tidur, ia memegang Smokey Bearnya sangat erat sambil melihat beberapa bintang yang bertaburan di langit melalui jendela kamar tidurnya yang mungil. Pikirannya campur aduk antara mendengar lagu Santa dan menebak-nebak dimanakah “kota New York? setiap hari ia begitu sibuk bermain dan tak terpikir tentang hal-hal seperti….kenapa ia harus di asrama selama seminggu, kenapa ayahnya tak pernah di rumah dan kenapa ibunya kadang-kadang tampak sedih. Tapi, ketika hari hampir larut saat berbaring di tempat tidur, ia mulai berpikir tentang hal-hal itu. Syukurlah, Smokey Bear ada bersamanya untuk dipeluk.
“Rhymes Have I” Ali bernyanyi perlahan ketika ia mulai mengantuk,  bayangan tentang foto ayahnya di dekat pohon natal bercampur dengan Smokey Bear yang berkata “Hanya kamu yang mampu mencegah kebakaran hutan” dan kepala Reynolds yang  melongok ke bawah saat ia bermain di sungai juga Santa, Rudolph dan semua rusa yang terbang di langit malam di atas River Street.

Dengan mengantuk, lembut ia gumamkan doa yang membuatnya terasa lebih istimewa karena malam natal.
“Tuhan, tolong satukanlah Ibu, Ayah, Reynolds dan aku agar bisa terus bersama-sama. Dimana kami semua bisa hidup di tempat yang sama sepanjang minggu.”

Beserta dengan harapan itu, mata Ali tertutup dan Smokey perlahan-lahan jatuh dari dekapannya.




A Little Orange in the Big Apple (BAB 3)

3. Sungai

Reynolds tiba-tiba muncul dari dalam rumah, pintu kasa dibantingnya seiring berjalan ke ibu dan adiknya .
“Sekarang apa lagi yang terjadi? Kau jatuh? atau apa lagi ha?” kata Reynolds pada adiknya, menggeleng-gelengkan kepala dan mencibir seperti biasa. Meskipun kakaknya menjengkelkan. Namun Ali justru merasa spesial. Ia seperti seorang koboi yang terluka di sebuah acara televisi. Seperti pahlawan kesukaannya Hopalong Cassidy yang berjalan pincang .
“Ibu memberiku bunga.”  Dengan bangga ia menunjukannya ke Reynolds .
“Kata ibu namaku diambil dari bunga ini.” Reynolds memegangi perutnya dan tertawa terbahak-bahak.
“Ya, kamu memang seperti bunga. Tapi bunga sigung di film Bambi.” Ia terbahak lagi.
“Tinggalkan adikmu sendiri. Kalian berdua tak bertemu selama seminggu tapi kalau kumpul tak pernah akur. Demi Tuhan, nanti sudah malam Natal! bersiap-siaplah untuk malam yang agung!”  ibu menggelengkan kepala. Melihat kepada dua anaknya bergantian dan menggumam agar berbaik-baik lalu menghilang di balik pintu. Reynolds memandang Ali sambil menyeringai.
Ali berlari ke dalam rumah dan langsung menuju kamar yang seminggu tak dilihatnya, Menghitung semua boneka binatang, lalu bernapas lega ketika semua seperti sedia kala. Ia mengambil satu yang paling disukainya, Smokey Bear yang mengenakan topi ranger dan seragam lalu mendekapnya erat sambil berkata “Hanya kamu yang dapat mencegah pembakaran hutan.” Ali mendudukan Smokey kembali ke tempat tidur. Dia meraih trusty six shooternya dan topi lalu pergi ke sungai tepat di seberang jalan .
Ketika melintasi medan berlumpur yang mengarah ke sungai. Ia mengeluarkan six shooternya, dan berpura-pura menembak “orang jahat” seperti di televisi.
“Rasakan itu! Kau memang nakal! bam - bam - bam - keluar kau dari lembah dan jangan kembali.” ancam Ali melawan musuh imajiner nya. Ia masih terpincang-pincang seperti Hopalong Cassidy ketika mengarah pada jalanan beton yang menikung ke sungai.

Seharusnya ia tak kesana tanpa Reynolds yang 11 tahun.
“Aku punya pistol, tidak adakah yang ingin melawanku.” katanya dengan suara lantang dengan gaya gaul koboi yang dipelajarinya dalam film koboi ketika dia pulang sekolah .
Sungai itu terbuat dari lempengan beton raksasa dengan tembok tinggi yang  bermil-mil panjangnya melalui San Fernando Valley. Sungai itu biasanya kering selama musim panas tetapi ketika Natal tiba, banyak air yang mengalir ke bawah, terkadang meluap setelah hujan lebat.
Ali menyelinap melalui pintu gerbang yang terdapat tulisan “Dilarang masuk” Dia tahu tanda apa itu. Tapi mudah saja kan mengabaikannya. Siapa tahu, ada orang jahat di bawah yang perlu ditembak dan diseret ke penjara. Ia membayangkan.
 Ia mulai beringsut turun jalan yang mengarah ke sungai dengan punggung yang membelakangi tembok dengan memegang pistol menunjuk ke udara. Bersiap untuk kemungkinan yang terjadi. Dia melompat keluar dan mulai menembak dengan pistol-pistolannya “Meong” seekor kucing liar kebetulan mengendus sekitar tepi air. Suara pistol-pistolan Ali membuatnya takut. Kucing itu berlari menuruni tanah, akhirnya berhenti dan melihat kembali Ali. Lalu perlahan-lahan berjalan pergi .
“Maaf kitty, aku tak hendak menembakmu.” kata Ali menyesal, ia sangat menyayangi binatang. Ia akan senang jika bisa memelihara kucing atau anjing, tapi dengan ayahnya yang pergi sepanjang waktu dan ibunya bekerja “Tak ada pertanyaan.” untuk memelihara binatang. Begitu ibunya bilang.

Kamis, 10 Oktober 2013

Angel Star


           Bertahun-tahun lalu, seorang putri cantik bernama Wilamenia diculik Oggley Boggley, Si raksasa jahat. Raja Cederal Sombong yang begitu sayang pada anak tunggalnya itu berpesan kepada siapa saja yang mampu menyelamatkan putrinya. Namun, Oggley Boggley sangat ditakuti. Maka hanya satu pahlawan muncul untuk menerima tantangan itu.
Tiba-tiba pintu halaman raja digedor-gedor. Sang dewan raja bertanya
"Siapa di sana?"
"Salmon." Jawab sebuah suara dari luar.
"Salmon siapa?"
"Salmon sang pemikat malam. Ah, sudah lah tak usah banyak cingcong. Buka pintu sialan ini, sobat!" katanya tak sabar.
Pintu dibuka dengan sambutan deritan mak kreeeeek *hihihihi. Anak laki-laki menjelang remaja berdiri disana memakai kostum bajak laut. Ia membusungkan dada dan berkoar-koar kepada semua orang.  
"Yang Mulia, saya Jordan, Si bajak laut yang akan menyelamatkan anak Anda!”
Raja mendengus
"Jordan Si bajak laut? Aku pernah mendengar tentangmu. Ya, kamu itu seorang pencuri dan begundal.
Jordan protes dan menepuk bahu raja
"Saya tidak pernah mencuri apa pun dalam hidup saya."
Raja hampir terlonjak dari duduknya
"Kau mencuri dompetku!"
Jordan mengembalikan dompet raja sambil tersenyum.
"Nah, sekarang Anda tahu seberapa baik saya mencuri kan?!" Sang Raja memeriksa dompetnya untuk memastikan bahwa tidak ada yang hilang.
"Aku takkan membiarkan kau mendekati putriku. Aku butuh pahlawan untuk mengembalikannya. Bukan bajingan kucrit yang lemah. "
Jordan menepuk bahu Raja lagi. "Dengar, putri anda diculik. Jadi, anda harus menculiknya kembali, dan akulah penculik yang terbaik.
Raja tak punya pilihan, bahkan benci bilang ‘iya’. Walau agak-agaknya si bajak laut memang benar. Ditambah, tak ada orang lain yang sukarela selain dia. Jordan itu bukan harapan terbaik, tapi dia satu-satunya.
"Baiklah, putriku terjebak di pulau sarang raksasa. Jika kamu dapat membawanya kembali, aku akan mengabulkan satu keinginanmu. Pergilah sekarang, semoga sukses.”
Jordan mengangkat topinya, tersenyum sambil berlalu.
"Kau tidak perlu khawatir Raja.”
Penasihat Raja ikut menyeringai.
"Tenang saja Yang Mulia, bisa jadi si Oggley Boggley malah memakannya sebagai ganti, hihihihi”
Raja mengangguk setuju.
"Yah, setidaknya kita belum keluar duit. Dia juga nggak minta DP.” kata Raja santai. Namun, sekonyong-konyong Sang Raja tersadar akan sesuatu. Dahinya berkerut. ia meraba-raba pantatnya. Seketika wajahnya berubah merah seperti siap-siap mendamprat.
"Dompetku hilang lagiiiiiii! JORDAAAAAN Sialan!"
***

Jordan dan kru nya berlayar dari teluk Selletoni dengan kapal yang benar-benar jelek sekaligus mengerikan. Mereka berlayar selama beberapa hari. Selama itu pula tak ada kejadian yang menarik hingga membuat awak kapal benar-benar mati bosan.

Beberapa hari kemudian, sampailah mereka ke pulau sarang monster.
"Hati-hati sobat!  Kita tidak tahu bahaya apa yang akan kita hadapi.” ujar Jordan memperingatkan.
“Yah, nyatanya kita sudah sampai sini. Huh, benar-benar pilihan bagus.” sahut Sid Cynical sambil minum dari cangkir yang selalu setengah kosong.  
Bergaya heroik, Jordan melompat turun ke pantai dengan pedang terhunus. Baru ia sadari bahwa krunya masih di dek kapal gemetar ketakutan. Jordan melambai pada para  pengecut itu untuk bergabung dengannya.
"Bahaya maut itu sudah jadi resiko pekerjaanmu.” teriaknya. Lalu Jordan memimpin anak buahnya menyusuri hutan pohon-pohon palem. Para binatang yang waspada berceloteh di mana-mana. Si Lenny Whatever tiba-tiba menghentikan langkah Jordan.
"Tunggu-tunggu. Jadi, kita ini mau menemukan putri atau apa sih?” tanyanya. Kemudian Jordan menunjuk seseorang berambut keriting cokelat, YoDog.
"Tenang, YoDog yang akan mencarinya."
"Hei, aku nggak punya petunjuk apapun dimana putri berada.” Dengus YoDog sebal.
"Loh kupikir kamu adalah kru anjing pelacak." Jordan tertegun. YoDog menggaruk lehernya dengan kaki.
"Bukan, aku bagian dari serigala pelacak. Aku pandai melolong, ingat kan?! AROOOOOOOOOOOO!!! "
Jordan dan lainnya menutup telinga "Huh, bagaimana aku bisa lupa?" ia geleng-geleng.
Lenny Whatever merasa pesimis
"Jadi, bagaimana kita bisa menemukannya?”
Beberapa kru geram dan bersiap-siap berontak. Tapi sebelum Jordan menangani mereka dan banyak tanya. Tentu ia sudah sadar mempekerjakan sekelompok bajak laut yang girly akan menimbulkan suara ribut serupa emak-emak. Hal itu dimaksudkan agar sang putri mendengar ocehan mereka.

"Tolong! Tolong! Aku di sini!! aku terikat di sebuah pohon.”
Jordan bergegas ke arah suara dimana seorang gadis cantik terikat. "Hai, namaku Jordan. Aku kesini untuk menyelamatkanmu.
            Sang Putri menatap pahlawannya yang mengejutkan "Kau terlalu pendek untuk seorang bajak laut.”
            Jordan membusungkan dadanya kembali "Saya Jordan si bajak laut dan anda putriii .... "
            "Wilamenia."
            "Oh, manis sekali, senang bertemu anda, Putri Britney!"
            “Putri Wilamenia!" Jordan mengangguk. "Itulah yang saya katakan, Putri Britney." Ia pun melepas tali yang mengikat putri. Sementara, semua orang bergegas kembali ke kapal. “Huh, penyelamatan yang keren kan?!”
“Oh, pahlawanku.”
Tak lama Oggley Boggley si raksasa muncul dari permukaan air. Whoaaaa badannya sebesar gunung, lebih jelek dari selai kacang dan selada sandwich. Yang pertama menyadari kemunculannya adalah awak kapal yang terkuat dan badannya paling besar, Mountain Fist Mike, ia seorang pemberani.  
"OMG itu itu si monster sialan !!!!!! AAAAAAAAAAAAA"
Besarnya si Oggley Boggley hampir memenuhi langit, dan mulutnya yang terbuka itu benar-benar bau jigong.
"HEI KAU MENCURI MAKAN MALAMKU! SEBAGAI GANTINYA KAU AKAN KUMAKAN !!"
Jordan tak gentar sama sekali.
"Hei, santai Bung! Mari kita buat kesepakatan dan ... "
            Oggley Boggley menyela.
"Dan sudah terlambat untuk memberikan kembali makan malamku. Aku akan makan kalian semua! "
      Jordan menimbang-nimbang "Oke, baiklah maka semua orang ... PANIK!!"
Oggley Boggley membuka mulutnya yang lebar seolah-olah perahu pun muat di dalamnya.
Sang putri mencekal lengan Jordan "Penyelamatanmu payah kontet! Sekarang apa yang harus kita lakukan!?? "
Para bajak laut berpikir cepat. "Ayo cepat ambil barel-barel lada itu dan lemparkan ke mulut si raksasa.”
Syd Cynical protes. "Hei, kita akan menjualnya, sekembalinya dari sini!"
Jordan berteriak. "Yah, kalau kau tak segera melempar. Alamat kau akan lumat dalam usus besarnya. Cepat lemparkan merica itu ke mulutnya!”
Para kru panik dan setiap orang meraih barel besar merica dan melontarkan tepat pada mulut raksasa!”
Hidung Oggley Boggley cungap-cangip "Ahh ... aku akan ...aku akan
bersin ... ha…ha…haatttt Chew!! "
Wuuuusssssssssss!
Embusan bersin Oggley Boggley sungguh mengerikan, sampai-sampai meniup perahu jauh di  langit.
Jordan tergantung di haluan, angin menampar rambut merahnya. "Oh, lupakan Disneyland, ini sungguh cadas!!!”
Para kru menggigiti kuku mereka ketika lautan antah berantah menyambut. Perahu mereka kena percikan air yang dahsyat. Setelah kejadian yang amat dramatis. Kapal Scary Pop bangkit di atas gelombang, aman dan baik-baik saja. Jordan dan krunya masih hidup, tapi sekarang mereka malah tersesat.
            Syd Cynical punya saran. "Mengapa kita tidak menepi di sebuah pom bensin dan tanya-tanya?”
"Saat kita sampai ke pom bensin, aku ingin root beer dan sekantong besar
Milk Bones.” YoDog langsung semringah.
"Disana tak ada yang kamu inginkan itu.” Lenny mencemooh. YoDog jadi berpikir "Pom bensin itu apa sih?"
            Syd memukul Lenny. "Itu adalah tempat yang dibuat untuk makhluk idiot sepertimu."
Lenny balas memukul "Jadi dimana mereka membuat kandang monyet sepertimu rasanya aku ingin setandan pisang untuk persediaan."
Mountain Fist Mike melerai mereka. "Hei, semuanya diaaam! Bertengkar tidak akan menyelesaikan apa-apa. "
            Jordan menghela napas lega. "Aku senang kalian masih bisa melihat hal-hal secara rasional. Tadi aku mulai khawatir selama beberapa saat."
Mountain Fist Mike mengacungkan jempol "Ini salah Jordan! Kita disini karenanya. Kalian harus ganti memukulinya."
Jordan melihat krunya mendekat dengan pedang, tampaknya tak satupun ruangan di kapal dikemas untuk kesetiaan. Dia segera berpaling ke Putri. "Yah, aku sudah habis akal. “Tolong tonjolkan otakmu daripada kondemu itu.” Sang putri menyambar wajah Jordan dan mengarahkannya ke langit.
"Lihatlah ke langit, lihatlah semua bintang. Ibuku mengajari lagu tentang bintang."
Jordan tersenyum lemah. "Itu bagus manis, sebuah lagu benar-benar akan membangkitkan semangatku, cocok juga untuk mengiringi pemberontakan. Apakah aku perlu memainkan ukulele sementara kita berjalan di papan untuk menjemput kematian?"
Syd menyela "Yah, papan itu sedikit memberi kesempatan. Kalian berdua memang sudah di ujung tanduk.”
Namun, sebelum seorang pun bertindak, sebuah lagu  mengalun indah.
"Twinkle twinkle little star, how I wonder what you are. Up above the world so high, like a diamond in the sky. To get back home from where you are, just follow me, your angel star."
Semua mata menatap Putri terharu seraya menyeka air mata.
YoDog melolong. "Oh, begitu indah."
             Jordan mengerutkan kening, ia bersyukur masih berada di atas kapal.
"Angel Star?" ia tercenung.
            Sang Putri mengangguk. "Ya, lihat konstelasi itu. Amati salah satu yang terlihat seperti malaikat? Itulah bintang kejora."
Para kru menatap ke langit dan serempak menyahut. "Apa sih yang kamu bicarakan?”
Jordan melompat-lompat kegirangan. "Aku bisa melihatnya, bintang itu menunjukkan jalan pulang! Wow, aku menyelamatkan kita, aku menyelamatkan kita!"
Putri memutar matanya. "Uh hellow? Ada yang ngaku-ngaku disini?"
Jordan memutar roda untuk berbalik arah dan mengikuti bintang kejora. Perjalanan memakan waktu beberapa hari dan tak ada sesuatu menarik terjadi hingga semua orang bosan. Sampai akhirnya mereka tiba di rumah dengan selamat.
Para kru bersorak. "Ya untuk Captain Jordan!"
Jordan menunjukkan rasa hormatnya kepada para tamu. Sang putri enggan memberi pernyataan.  "Ya, ya, kamu keren."
Jordan membenamkan Sang Putri dalam pelukannya. "Hey cantik, ayahmu mengatakan bahwa dia akan mengabulkan satu keinginanku. Maukah kau menikah denganku?"
Putri tersenyum dan mencium Jordan. "Tentu saja tidak!”
Jordan tertegun. "Tapi ... tapi ... tapi, kenapa? Aku keren kan?! "
Sang Putri mendesah "Ini tradisi keluarga kami bahwa tamu kehormatan di pesta pernikahan adalah mak comblang yang menyatukan mempelai. Aku tak mau Oggley Boggley yang mengerikan itu ada di pernikahanku.
Jordan tertawa sambil memegang dompet raja. "Aku akan memeriksa apakah ayahmu akan memperbaiki daftar tamu untuk kita. Aku yakin dia tak sabar memanggilku Sonny Boy.” Sang putri mempertimbangkan kembali dan mengerling.
"Kau tahu, kau tak sependek yang terlihat. Ah lebih baik kau mulai memilih tuksedomu, buster."
Akhirnya Jordan dan Sang Putri segera menikah, Oggley Boggley melewatkan pernikahan mereka, YoDog mendapatkan root beer dan Milk Bones. Semua orang terlihat bahagia hari itu. 

A Little Orange in the Big Apple

2. Sweet Alison

River Street sudah terlihat. Disanalah letak rumah kecil Ali. Meskipun Nenek Agnes begitu liarnya mengemudi, tapi sungguh lega ketika sudah sampai rumah. Ali berjalan terpincang menuju jalan masuk dimana ibunya sedang menyiram tanaman sebelum para kerabat tiba. Ia berjalan lurus menghampiri ibunya dengan mendekap luka di lutut dan menengadah kepadanya.
“Hai sayang, kenapa?” tanya ibunya ketika melihat anaknya telah menangis .
“Aku ingin menunjukkan pada nenek betapa tingginya aku mengayun, tapi ia malah berbalik pergi. Lalu aku buru-buru melompat saat ayunan masih kencang, hingga akhirnya aku terjatuh di semak-semak dan lututku tergores.” kata Ali dengan luapan emosi sambil memegang erat lukanya.
Di saat bersamaan Nenek berjalan memasuki halaman.
“Anakmu itu berisik dan suka membuang-buang waktu.” Nenek Agnes menggeleng-gelengkan kepala sambil berjalan ke dalam rumah.
“Ibu , aku tidak berisik dan buang-buang waktu.  Aku hanya ingin seseorang melihatku betapa tingginya aku mengayun.” Air mata Ali menitik kembali. Ibunya membungkuk, memutar keran untuk mematikan air. Kemudian duduk dan menarik Ali ke pangkuannya.
“Berapa kali kukatakan agar kau pelan-pelan dan berhati-hati ketika bermain Ali?” kata ibunya lembut. Beberapa tetes air dari selang membasahi bandana ibunya lalu diusapkannya pada lutut Ali untuk menghilangkan sedikit darah yang menempel. Ia merasa jauh lebih baik setelahnya.
“Seperti yang kukira, kau memang mirip dengannya.” Ibunya tersenyum dan mengguncang-guncangnya dalam pelukan.
Ada sekumpulan bunga putih yang tumbuh sepanjang beranda, dimana Ali dan ibunya sedang duduk. Sang ibu  mengulurkan tangan untuk mengambil serumpun kecil bunga itu untuk Ali.
“Ini Sweet Alison untukmu Ali. Ia tumbuh liar di sekitar rumah dan bunga ini benar-benar mirip denganmu. Bahkan, namamu pun kuambil dari bunga ini.” ujar ibunya sambil menyerahkan buket kecil bunga untuk Ali .
“Benarkah?”  tanya Ali  “Namaku diambil dari bunga-bunga kecil  ini?”
“Ya” jawab ibunya. “Entah bagaimana awalnya. Ibu tahu bunga mawar, aster atau krisantemum. Tapi rasanya nama-nama itu tak cocok untuk gadis kecilku.”
“Kalau kris san te mum?” ulang Ali mengeja dengan tatapan bingung.
“Nggak, kamu seperti  Sweet Alison. Bebas, cerah, manis dan tumbuh sesukamu.” Ibunya memberi ciuman di dahi, menurunkannya dari pangkuan lalu menepuk-nepuk punggungnya pelan.

“Pergilah dan temui kakakmu. Kerabat kita akan datang malam ini. Ibu tak perlu mengingatkanmu bahwa seseorang yang spesial akan datang tengah malam nanti.”
“Ayah?” pekik Ali keras.
“Bukan Sayang, bukan ayah. Tapi  Santa yang menunggang kereta luncur dengan semua rusanya sambil membawa hadiah.” jawab ibunya sendu. Air mata Ali mengering ketika memikirkan Santa dan rusanya, juga hadiah yang turut bersamanya. Yah, walau masih ada sedikit kesedihan, mengingat ayahnya tidak datang. 
Ayahnya dan Santa punya kemiripan. Mereka sama-sama sibuk melakukan hal-hal paling penting tahun ini (Santa membuat mainan dan ayahnya menyanyikan lagu-lagu) tetapi ketika mereka datang. hal itu merupakan sesuatu yang menakjubkan.

A Little Orange in the Big Apple


Untuk Ibuku, Virginia

1. Menunggu untuk Pulang

Hati Ali berdebar kencang ketika ia bersandar di ayunan. Dengan sekuat tenaga ia mengayun setinggi mungkin ke udara. Bukan saja mencoba untuk menyentuh langit kelabu dengan sepatu koboi barunya tapi juga gembira karena akan pulang selama seminggu penuh. Ini Minggu natal! ibunya akan di rumah dan libur bekerja. Selain itu, karena ia ia tak mesti tinggal di asrama Mrs. Amity selama tujuh hari

“You are my sunshine, my only sunshine, you make me happy when skies are  gray….”  Ali bernyanyi dan berusaha mengayun lebih tinggi lagi sambil menunggu mobil ibunya yang akan muncul di halaman rumah Mrs. Amity. Kucir ekor kudanya yang pirang hampir menyentuh tanah seiring kakinya menunjuk ke atas membentuk garis lurus mengarah ke langit abu-abu. Ia begitu senang dan sangat siap untuk pulang. Kantung jeruknya tergeletak dekat ayunan. Ia telah memetiknya untuk sang ibu, terutama para kerabat yang pasti datang untuk makan malam Natal.

Dedaunan berterbangan di udara dan berputar-putar di sekitar halaman belakang seolah menggambarkan kegembiraan Ali untuk bertemu ibunya sebentar lagi. Ia benar-benar sendirian disitu dan satu-satunya anak terakhir yang menunggu jemputan untuk libur natal.

 “Kau belum pulang?” teriak ibu Mrs, Amity yang tinggal di pondok bobrok halaman belakang .Hati Ali sedikit menciut. Ibu Mrs. Amity sangat galak. Terkadang ia datang untuk menggebah kerumunan anak-anak yang ingin memetik jeruk di halaman belakang. Lalu beralih mencekal lengan atau kaki mereka dan berteriak “Jangan dekat-dekat pohonku, kalian memang anak jalanan yang nakal.” Ali tak mengerti  apa itu anak jalanan, tapi ia yakin itu sebuah kalimat buruk.

 “Ibumu belum menjemput sayang?”  tanya Mrs. Amity dari jendela dapur rumah utama. Dia adalah seorang wanita baik yang mengelola asrama. Ali begitu heran, bagaimana ia bisa begitu menyenangkan sedangkan ibunya galak setengah mati? Mungkin wanita tua itu benci tinggal di rumah kecil halaman belakang  yang jauh dari semua orang. Atau bisa jadi ia tak suka anak-anak. Satu-satunya yang akan dirindukan Ali di asrama adalah sarapan waflle yang selalu disiapkan Mrs. Amity dan es krim pada malam harinya.
Ali , masih mengayun tinggi sampai ia kehabisan napas untuk berteriak  
“Ibuku belum datang , Mrs Amity.” sahutnya.
Tak lama, sebuah mobil besar memasuki halaman asrama.  Sekonyong-konyong terdengar bunyi klakson keras dan panjang .
“TIIIIIIN ….TIIIIIIN….TIIIIIN”
Itu bukan ibu Ali, tapi neneknya.
"Lihatlah aku mengayun Nek! " Teriak Ali yang bangga ketika ia mengayun tinggi ke langit yang mendung.
" TIIIIN….TIIIIN….TIIIIIN."  Nenek Agnes kembali  menekan klakson mobil .
 "Lihat! Lihatlah aku melompat Nek!" seru Ali memohon.
Nenek Agnes memutar kembali mobilnya untuk keluar dan meninggalkan Ali. Bocah itu panik lalu melepaskan rantai ayunan. Badannya berputar-putar sebelum akhirnya mendarat di semak-semak.
 “Aduh !” pekik Ali meringis sambil mengusap lututnya yang tergores. Pada saat yang sama disambarnya kantung jeruknya, lalu berjalan tergesa-gesa menuruni trotoar untuk mengejar mobil neneknya.
“Tunggu aku. Tunggu aku Nek." ratap Ali, air mata mulai bergulir di pipinya. Sebagian karena rasa sakit di lututnya yang berdarah dan sebagian rasa takut karena tertinggal .
Mobil berhenti tiba-tiba, Nenek Agnes mengulurkan tangan dan membuka pintu mobil.
“Harusnya kau langsung datang ketika kubunyikan klakson untuk pertama kali, mengerti? " kata Nenek Agnes yang menyerupai gurunya sambil menunjuk ke arah Ali.
“Cepat masuk!” lanjut neneknya tak sabar. Ali naik ke mobil dan duduk di sana dengan air mata menggenang. Satu tangannya memegang kantong jeruk dan satu tangan lainnya menggosok lututnya yang berdarah.
“Merepotkan saja.” kata Nenek Agnes sambil mengunyah permen karet dan melihat bolak-balik pada Ali dan jalan di depannya.
                “Ibumu sangat mepet saat meneleponku untuk menjemputmu. Tahu nggak sih, masih banyak hadiah-hadiah yang perlu kubungkus. “Memangnya aku pengangguran yang kapan saja bisa disuruh menjemput anak-anak.”  tambahnya marah. Tiba-tiba neneknya  meminta agar jendela dibuka.


“Aku kepanasan , kita perlu udara segar.”
Sungguh aneh! Sejak Desember kan udara sangat dingin di luar. Walau begitu Ali mencoba untuk menurunkan kaca jendela disisinya. Namun di saat bersamaan jeruk yang di pangkuannya berjatuhan dan menggelinding di sekitar lantai mobil.  Mendadak, Nenek Agnes menepikan mobilnya dekat trotoar lalu membungkuk dan mulai melemparkan semua jeruk ke jalan.
 "Jeruk-jeruk itu bisa membuatku kecelakaan.” tukas Nenek Agnes. Mobil berjalan kembali. Ali berbalik dan bangkit hati-hati dari duduknya.  Saat itu dilihatnya jeruk-jeruk itu berguling-guling di jalan dan tergencet  satu per satu oleh arus lalu lintas.