Aku tidak pernah membayangkan
melahirkan dengan operasi. Kupikir melahirkan caesar itu ya yang diagnosa
kehamilan beresiko, posisi bayi tidak bagus, darah tinggi dan segenap hal yang membahayakan ibu dan anak jika melahirkan normal. Nah, semua diagnosaku selama kehamilan bagus. Bahkan tidak merasakan mual muntah dan
minim keluhan seprti yang terjadi kebanyakan. Namun, semua itu belum bisa menjamin melahirkan normal. Kita tidak pernah tahu yang terjadi pada hari H nya. Di kasusku, ketuban pecah
dini (KPD) sementara status pembukaan serviks lama sekali. Dari jam 00.30 WIB
sampai 17.00 WIB, itu kan hampir seharian. Badan sudah tidak karuan, tenaga juga
mau habis. Lebih bahaya lagi kalau ketuban sampai habis.
Baca juga ceritaku gagal melahirkan normal Sakitnya Melahirkan Normal
Baca juga ceritaku gagal melahirkan normal Sakitnya Melahirkan Normal
Setelah semua sakit yang
kutanggung, sore itu diputuskan untuk operasi caesar. Suamiku harus membuat
persetujuan dengan segala prosedurnya. Seketika tidak hanya raga yang sakit namun hatiku
rasanya koyak. Bentukku sudah tak karuan dengan rambut rewok-rewok
mawut. Kupupus semua dengan keihklasan bahwa ini takdir dan kehendak yang
kuasa. Aku harus operasi, bayiku harus lahir dengan selamat. Menjelang
maghrib aku masuk kamar operasi dengan masih berharap keajaiban datang misal
bayiku tiba-tiba brojol dengan sendirinya. Di ruangan operasi hatiku seperti belum bisa
menerima sampai aku ganti baju operasi. Perawat memasang memasang kateter untuk menampung pipis, pembalut
bersalin sebanyak 2 lapis, rambut dikucir, memasangkan ventilator pada hidungku yang rasanya sedikit pedih. Beberapa dokter berdatangan, seorang menyuntikkan anestesi di tulang belakang. lalu
tubuhku direbahkan, tangan direntangkan dan jari dijepit. Lalu menutup bagian tubuh yang dioperasi untuk menghalangi pandanganku. Aku masih sadar
sesadar-sadarnya, membuka mata, melirik ke kanan dan ke kiri. Kurasa proses operasi sudah dimulai. Tidak terasa apa-apa, karena sebagian tubuh sudah
kebas. Hingga tak lama kemudian suara tangis bayi terdengar. Itukah anakku?
Suntik anestesi
Sumber gambar kumparan.com
"Ini ya bu, bayinya perempuan,
beratnya 3,2 kg." Perawat memperlihatkan bayiku sekilas, lalu membawanya
pergi. Tak ada IMD, semua teori yang kudapat dari kampanye asi ekslusif "pfff gone" Sesekali terasa bahwa perutku
sepertinya sedang dijahit. Sembari kudengar para dokter mengobrol tentang
kegiatan mereka hari itu. Lama-kelamaan aku merasakan dingin sekali, menggigil.
tangan yang telentang terikat kugerak-gerakkan. Dingin yang teramat, tanganku
bergetar hebat. Tak adakah yang bisa membuat pasien merasa hangat? Hingga entah
berapa lama, operasi selesai. Kurasa hanya satu jam saja. Kemudian ventilator dilepas, petugas memindahkanku
di ruang observasi. Keluargaku menghampiri, menceritakan tentang bayiku yang
gendut dan lucu. Seketika aku sangat haus sekali.
Separuh tubuhku masih terasa kebas. Satu jam kemudian aku dipindahkan ke
ruang perawatan dan mulai lebih baik. Namun ada perasaan khawatir ketika nanti efek bius
hilang lalu menghadapi rasa sakit pasca operasi yang katanya sakit sekali
"Tenang bu, nanti diberi obat
anti nyeri sebelum biusnya hilang. Setelah itu bisa belajar untuk miring kanan
atau kiri ya bu. Setelah 24 jam baru bisa duduk" begitu perawat
menenangkan pikiranku. Sudahlah yang penting bayiku sudah lahir. Mengingat
sehari semalam tubuhku remuk redam menjalani kontraksi, kini aku bisa istirahat.
Sekitar jam 21.00 WIB bayiku diantar
ke ruang perawatan. Duh, bagaimana wajahnya aku tidak bisa melihat langsung untuk duduk
saja susah. Kusuruh suamiku untuk memfotonya. Jadi kulihat wajahnya dari foto.
Bayiku begitu lelap. Tak lama ia menangis. Duh....ia pasti haus. ASIku belum keluar. Kuminta bantuan ibuku untuk meletakkan di dada agar refleks
mengisap. Katanya bayi baru lahir masih mempunyai cadangan makanan yang dibawa
dari kandungan dan bisa bertahan sampai 3 hari tanpa minum. Atau minimal 1×24
jam sejak dilahirkan. Sehingga bayiku hanya menempel dan mengisap saja walaupun
asi belum keluar. Lalu ia tenang kembali. Malam itu badanku pegal sekali,
bagian bahu hingga pinggang tak karuan. Sementara posisiku hanya bisa
telentang. Untuk miring ke kanan kiri masih sakit. Terasa agak sulit dengan
jahitan perut yang baru dan kaku.Tapi kalau tidak dipaksakan justru proses
penyembuhan akan lama. Malam itu beberapa kali bayiku terbangun mulutnya
mengecap-ngecap. Aku hanya bisa mengelus-elus kepalanya. Berkali-kali ibuku bangun setiap mendengar
tangisan bayi. Begitu besarnya cinta seorang ibu. Ia selalu terjaga setiap ada
bayi menangis. Kalau-kalau itu cucunya.
Kini, perjuanganku menjadi seorang
ibu dimulai. Sebelum bius mulai hilang perawat
menyuntikkan anti nyeri melalui infus. Malam setelah operasi aku tidak merasakan
sakit yang berarti pada sayatannya. Pagi harinya, aku mulai belajar
duduk. Alhamdulillah akhirnya bisa makan sambil duduk dan melihat bayiku secara
langsung. Hari itu aku mulai belajar untuk
turun dari ranjang. Karena tempat tidurnya agak tinggi jadi aku mencari
tumpuan untuk kakiku. Ini terasa agak sulit. Jahitan seperti tertarik dan
nyeri. Namun aku bertekad untuk bisa berjalan ke kamar mandi karena selang
pipisku sudah dilepas. Pada hari kedua aku sudah bisa ke kamar mandi. Di hari itu juga asiku belum keluar.
Aku mulai kasihan dengan bayiku. Nggak mungkin juga mau idealis harus ASI
sementara tangisnya lama. Akhirnya kami sepakat untuk memberinya susu formula.
Suamiku harus tanda tangan untuk keputusan ini. Yah, daripada ia dehidrasi dan
kenapa-kenapa. Walaupun dengan suforpun aku takut ia nggak cocok. Waktu itu
susunya frisian baby, alhamdulillah cocok saja tuh. Bayiku mengenyot dengan
lahap. Duh, padahal ukuran lambungnya juga masih sangat kecil.
Perasaanku campur aduk, melihatnya minum
bukan ASI, takut dia tak mau netek, bingung putinglah. Imunitas nggak baguslah.
Aduuh, anakku nggak ASI eksklusif dong. Kacau deh pokoknya waktu itu. Tapiii,
aku takut dia kenapa-napa karena tidak ada asupan. Ya sudah lah, memangnya sufor
apa ya buruk. Wong itu juga minuman bayi. Tentulah aman. Sudahlah aku nggak mau
jadi ortu yang idealis dan saklek-saklek amat. Yang penting anak nggak dehidrasi.
Nah, ribetnya itu susu mesti diganti setiap dua jam. Jadi misal susu itu masih
ada tapi sudah lewat selama dua jam, ya mesti bikin baru lagi, harus ke ruangan
kebidanan lagi.
Hari ketiga di rumah sakit, aku sudah bisa jalan pelan-pelan mengitari ruangan dengan menggendong bayi. Tidak ada sakit yang teramat seperti yang diceritakan orang-orang. Sakit sedikit kan wajar. Di hari itu juga aku boleh pulang. Kini hari-hari menjadi ibu telah dimulai. Welcome to the club :)
Hari ketiga di rumah sakit, aku sudah bisa jalan pelan-pelan mengitari ruangan dengan menggendong bayi. Tidak ada sakit yang teramat seperti yang diceritakan orang-orang. Sakit sedikit kan wajar. Di hari itu juga aku boleh pulang. Kini hari-hari menjadi ibu telah dimulai. Welcome to the club :)
Wah Subhanalloh perjuangan seorang ibu ya dit, aku nih 3 bulan lagi mulai dag dig dug, bisa normal atau caesar nih, pengennya normal :)
BalasHapusthanks for sharing..
BalasHapus