12. Pertama kali Melihat ‘Big Apple’
“Hai, Sayang. Kupikir
kau tidak akan pernah sampai di sini.” gurau George kepada istrinya Caroline. Sementara
ia membungkuk untuk memeluk Ali dan Reynolds.
“Senang bertemu
kalian.” Seulas senyum tampak pada bibirnya.
“Jangan berharap banyak
dengan tempat ini ya. Hotel Preston adalah tempat yang kotor (dump). Tapi semoga
bisa baik-baik saja selama seminggu sampai Madame Fifi mengosongkan
apartemennya di Osgood.”
“Dump itu apa yah?”
tanya Ali yang berjalan menaiki tangga dengan menggandeng ibu dan ayahnya.
“Ya, tempat ini.”
kata ayahnya sembari tertawa dan mengayunkan tubuh Ali.
“Jadi, Sayang.”
kata George kepada istrinya Caroline “Inilah Broadway.” Dia memeluk pinggang
Caroline dan telunjukknya menyapu ke arah jalan besar di depan mereka yang
penuh puluhan mobil, taksi dan bus yang berseliweran.
“Ini bukan bagian yang
mengesankan dengan semua gedung pertunjukkan, tapi inilah Broadway. Lihat di
sana! itulah Columbus Circle.” George menunjuk ke patung di tengah jalan yang
hanya berjarak beberapa beberapa blok. George membungkuk pada Ali dan
berkata “Apa yang kau pikirkan,
Pumpkin.” Pumpkin adalah sebutan spesialnya untuk Ali. Ali hanya memberinya
pelukan di pinggang dan tersenyum padanya. Caroline, George dan Ali mengawasi
Reynolds yang sudah lari ke lobi hotel melihat-lihat majalah dan konter permen.
“Bu, bisakah aku
mendapatkan satu dolar yang kumenangkan tadi?” tanyanya ketika keluarganya
datang belakangnya .
“Whoa, cocok.”
kata ayahnya “Mari kita istirahat dulu baru nanti lihat-lihat.”
Reynolds
mengedikkan bahu. Dia senang melihat ayahnya, tetapi merasa sedikit canggung
karena sudah begitu lama tak bersua. Ali masih kecil dan tak malu menggandeng
tangannya. Tapi ia berusia 11 tahun, menggandeng tangan orangtua adalah hal
yang tak ingin dilakukan lagi. Dia sudah tak sabar untuk keluar dan melihat sekeliling.
“Mari kita pergi ke
kamar dan keluar jalan-jalan setelahnya. Tidak banyak yang bisa dilihat, tapi
baiklah. Orang-orang di pertunjukkan banyak tinggal di sini untuk menghemat
uang. Tempat itu dekat dengan Central Park dan tidak terlalu jauh dari gedung
pertunjukkan.” jelas George. Ada lift dan tangga, karena mereka berada di
lantai 5, maka mereka naik lift.
Setelah mereka
sampai ke kamar, George mulai bercerita dengan semangat tentang kota New York.
“Aku suka tempat
ini! Disini tersedia apa-apa yang dicari orang. Hal-hal menyenangkan untuk dilihat
dan dilakukan. Bersenang-senanglah. Ini ada sekantong apel dan beberapa makanan
ringan yang kubeli di toko kecil pojok sana jika kalian lapar. Aku punya peta yang
menakjubkan di sini untukmu Caroline.
Akses untuk
mengelilingi kota ini begitu mudah. Tinggal mempelajari jalanan yang bernomor
kemudian mempelajari jalan besar yang melewatinya. Kau akan memahaminya
segera.” George menyemangati.
Reynolds buru-buru
duduk di kursi tua dekat jendela yang mengarah ke Central Park, hanya beberapa
blok jauhnya. Ali duduk di samping ibunya pada salah satu tempat tidur di kamar.
tidak empuk, batin Ali. Hanya memantul sedikit ketika
didukukinya untuk melihat sekeliling kamar. Sebuah lemari, meja kecil, hot plate yang digunakan ayahnya untuk
memanaskan makanan dan gorden berwarna ungu yang jelek.
Sungguh panas di
dalam kamar, suara lalu lintas sepanjang jalan terdengar melalui jendela aroma
kamar juga sangat berbeda dari rumah mereka yang di Valley.
“Sedikit apak di
sini.” celetuk ibunya.
“Ya, sangat apak.”
ayahnya sepakat, mengernyitkan hidung dan mendengus.
“Oke, anak-anak,
sebelum kita tur singkat melihat-lihat sekitar. Ada beberapa tindakan waspada,
yaitu selalu menerapkan Buddy System, walaupun hanya akan turun ke lobi atau ke
kamar mandi menyusuri koridor. Ini memang bukan hotel terbesar di kota, tapi
peraturan itu berlaku untuk beberapa minggu. Kau mendengar ayah Reynolds? tegas
George pada anaknya. Reynolds yang sedang melihat keluar jendela kembali
menatap ayahnya dan mengangguk “Ya ayah, Buddy System.” ulang Reynolds .
“Usahakan kita
bersama-sama terus, tetapi jika terpisah, kau perlu mencari adikmu. Ingat! kau
yang tertua dan dia baru 8 tahun. Apakah kamu mengerti? Ini sangat penting,
Nak.”
“Aku mengerti Yah.”
Tak bisakah kita pergi ke luar dan melihat –lihat?” desak Reynolds.
“Sabar Nak.”
“Ali apakah kau
sudah paham apa Buddy System itu?” tanya George pada putrinya.
“Selalu
bersama-sama.” kata Ali, menambahkan
“Dan tak pergi kemana pun sendirian.”
“Begitulah,
Pumpkin.”
“Mari kita pergi
ke atap dan melihat kota yang indah ini. Ini adalah tempat yang paling baik
untuk menunjukkan dimana letak objek-objek oke?” Caroline tersenyum pada
suaminya. Dia selalu memerinci. Sungguh menggembirakan mendengar suaranya dan
melihatnya bersama anak-anak.
“Mari
ke atap bersama ayahmu.” ajak Caroline sambil meraih kantong apel dan
memberikan pada anak-anak masing-masing satu buah.
“Kau tahu,
beberapa orang di pertunjukkan menyebut kota ini ‘The Big Apple’
Jika kamu bisa berhasil disini, maka itu akan
menjadi titik kesuksesanmu.” kata George kepada Caroline.
“Sayang, bisa
berada disini denganmu saja, aku sudah merasa berhasil.” kata Caroline sambil
memeluk George lagi, sementara anak-anak berlari keluar pintu .
Dari atap Hotel
Preston kau bisa melihat cukup jauh.
“Lihat Ali , di
sana itu Columbus Circle.” tunjuk ayahnya.
“Wow, betapa besarnya taman itu.” seru Reynolds takjub.
“Central Park, yang
terbesar di Manhattan.” sahut George.
“Mereka memiliki gelanggang
seluncur, tempat bermain bisbol, kebun binatang, korsel (komedi putar)
panggung, sungguh menakjubkan untuk liburan keluarga.
“Ali, lihat disana
ada sungai.” seru Reynolds pada adiknya menunjuk pada jalur keperakan di
kejauhan, nyaris tak terlihat di antara bangunan-bangunan sekitar.
“Ya, kita memang
dikelilingi air. Kalian berada di sebuah pulau, anak-anak.” kata ayah mereka
“Kita akan
mengelilingi Staten Island menumpang ferry selama beberapa hari sehingga kalian
dapat melihat pulau Manhattan.
“Seperti Catalina.” cetus Reynolds cepat yang teringat
perjalanan istimewanya beberapa tahun sebelumnya di California.
Ali dan Reynolds cepat-cept
mengililingi atap yang berlapis kersik. Terlihat tulisan besar “Hotel Preston”
bertengger di atap.
“Pada malam hari,
disini sugguh menakjubkan.” George menyapukan telunjuk di depannya seolah-olah
ia sedang berada di atas panggung.
“Lampu di setiap
arah. Kau akan menyukainya Caroline.”
Istrinya tersenyum dan mendengarkan semua yang suaminya terangkan.
“Hati-hati
anak-anak, jangan bersandar di tepi.” seru ibu mereka memperingatkan.
“Ada sebuah toko,
dan lucunya namanya Drug Store (apotek) hanya beberapa blok dari sini dan semua
keperluan sehari-hari hampir bisa didapatkan disana pasta gigi, buku tulis,
rokok, obat sakit kepala, kaus kaki, permen dan semuanya. Di bawah hotel ada toko
makanan kecil. Di sekitar sini tidak ada supermarket seperti di California.” lanjut
George menerangkan.
“Yah, mari kita
mulai melihat-lihat sekitar.” kata George menggandeng tangan Ali sementara Reynolds telah menghilang di pintu tangga.
Reynolds memang selalu terburu-buru.
George, Caroline
dan anak-anak berjalan cepat dengan orang banyak. Caroline dan anak-anaknya membelalakkan
mata setiap memandang. Persimpangan besar, mobil yang banyak dan ratusan orang
berseliweran. Ali tidak pernah melihat begitu banyaknya orang .
“Mengapa semua
orang berjalan begitu cepat, ayah? Kenapa juga ada begitu banyak orang di sini?
tanya Ali.
“Semua orang
terburu-buru. Untuk pergi bekerja, untuk pulang, untuk melihat pertunjukan untuk
makan dan untuk hidup. Itulah New York. Ini adalah kota besar, banyak orang
tinggal dan bekerja di sini.” katanya menanggapi.
“Lihat ke sana. Di
samping Columbus Circle. Banyak bangunan tua diruntuhkan dan digantikan dengan
bangunan baru. Kupikir akan jadi convention center.
Sebuah bus menjauh
dari tepi jalan. Baunya busuk. Reynolds terus berjalan di depan, tapi Ali terus
menggandeng tangan ayahnya.
“Jangan cepat-cepat
Reynolds, tunggu kami disana.” Teriak ayahnya. Reynolds sedang menikmati irama laju
segala sesuatu di sekitarnya. Kepalanya berputar akan keramaian kota.
Sepanjang jalan
George menunjukkan Drug Store dimana kita bisa mendapatkan semuanya ( Ali ingat!
terutama bagian tentang permen ) dan jalan yang disebut 57th Street.
“OK, kita telah
sampai di Broadway, melewati Columbus Circle dan Drug Store .
Sekarang kita akan turun 57th
Street. Ini adalah jalan ke apartement kita nanti, ingin melihat?
“ Ya.” jawab
mereka serempak. Ketika mereka berjalan kira-kira satu blok. George menunjuk ke
bangunan tinggi dan tua di pojok.
“Ini dia. Osgood
Apartments,” kata George. Mereka semua berdiri dan melihat ke atas.
“Kita akan berada di lantai 7 nanti. Besok kita lihat lagi.
Dan di sana adalah Carnegie Hall ada pertunjukkan
musik yang indah dan konser tiap malam. Nah, anak-anak! Sekolah kalian hanya beberapa
blok lagi dari sini.” papar George yang begitu jelas dan baik menjadi pemandu
wisata bagi keluarganya. Dengan senang hati ia menunjukkan berbagai tempat di
kota New York.
Meskipun sudah
lelah dalam perjalanan yang begitu lama, tapi mereka tetap bersemangat dan memutuskan
untuk melihat lebih banyak lagi.
“Oke, kita akan melihat
P.S. 69 dan kemudian membeli sandwich besar special besar atau New York cheesecake di toko
delikates favoritku. Aku selalu pergi kesana setelah pertunjukkan di malam
hari.”
Ali berpikir P.S.
69 adalah nama yang aneh untuk sekolah. Tak cocok untuk sebuah nama sekolah.
Hanya ada dua huruf dan angka. Dan apa tadi, toko delikates? Suatu tempat yang
menjual sandwich kesukaan ayah. Terdengar menarik sih, tapi dia tidak terlalu
minat untuk makan kue yang terbuat dari keju. Ugh!
George memandang
Caroline dan bertanya apakah ia ingin melihat-lihat lagi.
“Aku sudah menunggu
begitu lama untuk hari ini. Yah, tentu saja.”
Ketika mereka tiba
di 54th Street, mereka berbelok dan melangkah sebentar.
“Ini dia anak-anak
P.S. 69 sekolah kalian yang baru.” ujar George.
“Benar-benar kuno
yah.” kata Reynolds menatap bangunan kukuh, berwarna merah tua dan tampak jauh
berbeda dari SD Hazeltine di Valley.
“Aku berani
bertaruh tempat ini pasti berumur seratus tahun. Lebih tampak seperti penjara.”
kata Reynolds menggelengkan kepalanya sambil berdiri dengan tangan di sakunya.
“Sepertinya begitu.
Lihatlah di bagian atas bangunan. Ada tahun kapan dibangun. Yap, 1890. Tua
sekali. tidak hanya seratus tahun. Aku sudah mendaftarkanmu dan Ali. Kalian masuk mulai Senin depan. Semangat?”
“Iya ayah aku
bersemangat, tapi kali ini aku benar-benar lapar. Bisakah kita pergi untuk
makan sandwich.” pinta Ali yang perutnya sudah keroncongan.
“Tentu saja,
Pumpkin. Setumpuk tinggi sandwich New
York, kami datang.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar