Minggu, 04 Agustus 2019

Gagal Melahirkan Normal. Langsung Operasi Caesar . Sama sekali tidak Sakit

Aku tidak pernah membayangkan melahirkan dengan operasi. Kupikir melahirkan caesar itu ya yang diagnosa kehamilan beresiko, posisi bayi tidak bagus, darah tinggi dan segenap hal yang membahayakan ibu dan anak jika melahirkan normal. Nah, semua diagnosaku selama kehamilan bagus. Bahkan tidak merasakan mual muntah dan minim keluhan seprti yang terjadi kebanyakan. Namun, semua itu belum bisa menjamin melahirkan normal. Kita tidak pernah tahu yang terjadi pada hari H nya. Di kasusku, ketuban pecah dini (KPD) sementara status pembukaan serviks lama sekali. Dari jam 00.30 WIB sampai 17.00 WIB, itu kan hampir seharian. Badan sudah tidak karuan, tenaga juga mau habis. Lebih bahaya lagi kalau ketuban sampai habis. 
Baca juga ceritaku gagal melahirkan normal Sakitnya Melahirkan Normal


Setelah semua sakit yang kutanggung, sore itu diputuskan untuk operasi caesar. Suamiku harus membuat persetujuan dengan segala prosedurnya. Seketika tidak hanya raga yang sakit namun hatiku rasanya koyak. Bentukku sudah tak karuan dengan rambut rewok-rewok mawut. Kupupus semua dengan keihklasan bahwa ini takdir dan kehendak yang kuasa. Aku harus operasi, bayiku harus lahir dengan selamat. Menjelang maghrib aku masuk kamar operasi dengan masih berharap keajaiban datang misal bayiku tiba-tiba brojol dengan sendirinya. Di ruangan operasi hatiku seperti belum bisa menerima sampai aku ganti baju operasi. Perawat memasang memasang kateter untuk menampung pipis, pembalut bersalin sebanyak 2 lapis, rambut dikucir, memasangkan ventilator pada hidungku  yang rasanya sedikit pedih. Beberapa dokter berdatangan, seorang menyuntikkan anestesi di tulang belakang. lalu tubuhku direbahkan, tangan direntangkan dan jari dijepit. Lalu menutup bagian tubuh yang dioperasi untuk menghalangi pandanganku. Aku masih sadar sesadar-sadarnya, membuka mata, melirik ke kanan dan ke kiri. Kurasa proses operasi sudah dimulai. Tidak terasa apa-apa, karena sebagian tubuh sudah kebas. Hingga tak lama kemudian suara tangis bayi terdengar. Itukah anakku?
  
                                                    Suntik anestesi
Sumber gambar kumparan.com
"Ini ya bu, bayinya perempuan, beratnya 3,2 kg." Perawat memperlihatkan bayiku sekilas, lalu membawanya pergi. Tak ada IMD, semua teori yang kudapat dari kampanye asi ekslusif "pfff gone" Sesekali terasa bahwa perutku sepertinya sedang dijahit. Sembari kudengar para dokter mengobrol tentang kegiatan mereka hari itu. Lama-kelamaan aku merasakan dingin sekali, menggigil. tangan yang telentang terikat kugerak-gerakkan. Dingin yang teramat, tanganku bergetar hebat. Tak adakah yang bisa membuat pasien merasa hangat? Hingga entah berapa lama, operasi selesai. Kurasa hanya satu jam saja. Kemudian ventilator dilepas, petugas memindahkanku di ruang observasi. Keluargaku menghampiri, menceritakan tentang bayiku yang gendut dan lucu. Seketika aku sangat haus sekali.
sumber gambar: spesialisbedah.com
Separuh tubuhku masih terasa kebas. Satu jam kemudian aku dipindahkan ke ruang perawatan dan mulai lebih baik. Namun ada perasaan khawatir ketika nanti efek bius hilang lalu menghadapi rasa sakit pasca operasi yang katanya sakit sekali
"Tenang bu, nanti diberi obat anti nyeri sebelum biusnya hilang. Setelah itu bisa belajar untuk miring kanan atau kiri ya bu. Setelah 24 jam baru bisa duduk" begitu perawat menenangkan pikiranku. Sudahlah yang penting bayiku sudah lahir. Mengingat sehari semalam tubuhku remuk redam menjalani kontraksi, kini aku bisa istirahat.
Sekitar jam 21.00 WIB bayiku diantar ke ruang perawatan. Duh, bagaimana wajahnya aku tidak bisa melihat langsung untuk duduk saja susah. Kusuruh suamiku untuk memfotonya. Jadi kulihat wajahnya dari foto. Bayiku begitu lelap. Tak lama ia menangis. Duh....ia pasti haus. ASIku belum keluar. Kuminta bantuan ibuku untuk meletakkan di dada agar refleks mengisap. Katanya bayi baru lahir masih mempunyai cadangan makanan yang dibawa dari kandungan dan bisa bertahan sampai 3 hari tanpa minum. Atau minimal 1×24 jam sejak dilahirkan. Sehingga bayiku hanya menempel dan mengisap saja walaupun asi belum keluar. Lalu ia tenang kembali. Malam itu badanku pegal sekali, bagian bahu hingga pinggang tak karuan. Sementara posisiku hanya bisa telentang. Untuk miring ke kanan kiri masih sakit. Terasa agak sulit dengan jahitan perut yang baru dan kaku.Tapi kalau tidak dipaksakan justru proses penyembuhan akan lama. Malam itu beberapa kali bayiku terbangun mulutnya mengecap-ngecap. Aku hanya bisa mengelus-elus kepalanya. Berkali-kali ibuku bangun setiap mendengar tangisan bayi. Begitu besarnya cinta seorang ibu. Ia selalu terjaga setiap ada bayi menangis. Kalau-kalau itu cucunya.

Kini, perjuanganku menjadi seorang ibu dimulai. Sebelum bius mulai hilang perawat menyuntikkan anti nyeri melalui infus. Malam setelah operasi aku tidak merasakan sakit yang berarti pada sayatannya. Pagi harinya, aku mulai belajar duduk. Alhamdulillah akhirnya bisa makan sambil duduk dan melihat bayiku secara langsung. Hari itu aku mulai belajar untuk turun dari ranjang. Karena tempat tidurnya agak tinggi jadi aku mencari tumpuan untuk kakiku. Ini terasa agak sulit. Jahitan seperti tertarik dan nyeri. Namun aku bertekad untuk bisa berjalan ke kamar mandi karena selang pipisku sudah dilepas. Pada hari kedua aku sudah bisa ke kamar mandi. Di hari itu juga asiku belum keluar. Aku mulai kasihan dengan bayiku. Nggak mungkin juga mau idealis harus ASI sementara tangisnya  lama. Akhirnya kami sepakat untuk memberinya susu formula. Suamiku harus tanda tangan untuk keputusan ini. Yah, daripada ia dehidrasi dan kenapa-kenapa. Walaupun dengan suforpun aku takut ia nggak cocok. Waktu itu susunya frisian baby, alhamdulillah cocok saja tuh. Bayiku mengenyot dengan lahap. Duh, padahal ukuran lambungnya juga masih sangat kecil.

Perasaanku campur aduk, melihatnya minum bukan ASI, takut dia tak mau netek, bingung putinglah. Imunitas nggak baguslah. Aduuh, anakku nggak ASI eksklusif dong. Kacau deh pokoknya waktu itu. Tapiii, aku takut dia kenapa-napa karena tidak ada asupan. Ya sudah lah, memangnya sufor apa ya buruk. Wong itu juga minuman bayi. Tentulah aman. Sudahlah aku nggak mau jadi ortu yang idealis dan saklek-saklek amat. Yang penting anak nggak dehidrasi. Nah, ribetnya itu susu mesti diganti setiap dua jam. Jadi misal susu itu masih ada tapi sudah lewat selama dua jam, ya mesti bikin baru lagi, harus ke ruangan kebidanan lagi.
Hari ketiga di rumah sakit, aku sudah bisa jalan pelan-pelan mengitari ruangan dengan menggendong bayi. Tidak ada sakit yang teramat seperti yang diceritakan orang-orang. Sakit sedikit kan wajar. Di hari itu juga aku boleh pulang. Kini hari-hari menjadi ibu telah dimulai. Welcome to the club :)

2 komentar:

  1. Wah Subhanalloh perjuangan seorang ibu ya dit, aku nih 3 bulan lagi mulai dag dig dug, bisa normal atau caesar nih, pengennya normal :)

    BalasHapus