Kamis, 19 Maret 2015

Sebagian dari Dee's Coaching Clinic


Selamat hari jum’at. Thanks God it’s Friday. yee….besok libur dan mau kumpul dengan teman-teman Salatiga. Hari libur tetep eksis ya…*kapan nyucinyah ini, hiks.
Bai de wai, hari minggu kemarin saya seneng banget  soalnya di ajakin mbak Dedew buat datang di Dee’s Coaching Clinic. Bersyukur sekali, secara saya suka banget sama serial Supernova Dewi Lestari yang ajaib itu. Penasaran aja, gimana ya bisa nulis sebegitu kerennya.  Akhirnya dapat kesempatan juga buat meet and greet dan nyerap ilmunya.


                                              Mamahnya Nai

Minggu pagi pukul 06.00 WIB saya sama mamahnya Nai berangkat dari Ungaran menuju Solo, dengan laju bis yang lambat dan berjalan kurang lebih 500 meter dari tempat kami turun, akhirnya sampai juga ke The Sunan Hotel. Terus masih muter-muter nyari gedung Wiryo Widagdo.  Sampai lokasi acara dapat goodie bag ini. 

Yeee, ups ternyata Mbak Deenya juga belum dateng. Eh, pas mau motret-motret suasana hotel Mbak Dee datang dengan menyeret ransel kecil, mengenakan kaos hitam dan bawahan rok jins ia masih begitu anggun. Hemm…. Begini ya aura penulis kece.



Acara pun dimulai mbak Dee dengan suara renyahnya memberi kesempatan pada yang hadir untuk memperkenalkan diri. Wuih….deg-degan sayah *aku mah apah atuh. Beberapa peserta ada yang dari luar kota, termasuk aku kan  :p. Dee’s Coaching Clinic ini memang acara yang dikhususkan untuk mereka yang benar-benar menyukai dunia kepenulisan. Di sini Dee mempersilakan para hadirin untuk bertanya apapun tentang menulis. Begitu termin pertama dibuka, banyak sekali yang ingin bertanya.  Aduh, saya nyimak aja deh. Soalnya gak jago kompetisi ngacung. Pasti jarang dipilih, hihihi.
                Penulis sekeren Dee, pada awalnya pun mengalami banyak kegagalan dalam menulis, karya yang tak selesai dan cobaan lainnya. Apa yang membuatnya seperti itu? Ya, tak lain adalah karena kurang paham teknik menulis. Bahkan, Supernova Ksatria, Putri dan Bintang Jatuh itu ditulisnya berdasarkan intuisi belaka dan diterbitkan tanpa editing pula. Lalu saat Supernova booming banyak sekali yang kepo tentang ilmu menulisnya. Di situlah ia merasa perlu menstrukturkan apa yang telah dilakukannya dengan membuat buku teknik menulis. Selama ini, jarang dijumpai buku seperti itu. Kalaupun ada, mereka yang menulis bukanlah yang expert dan punya jam terbang tinggi dalam hal itu *tak tunggu lho Mbak Dee. PO deh, hihihi.
                Apa sih, motivasi menulis dari seorang Dee? Dee menulis karena ia ingin berbagi. Dulu saat SMP ia suka sekali menulis diary, katanya dirinya adalah penulis diari berdedikasi. Wah, kalau saya sih kapok mbak nulis diary, pernah ketauan trus dibaca sama keluarga. Malu bingitz dah.
                Menulis itu membutuhkan ketekunan yang harus dilatih setiap hari. Namun, menjadi penulis tak perlu juga meromantisir profesi ini. Misal, mau melakukan kegiatan memasak saja harus pakai diksi yang tinggi-tinggi, hihihi kan lucu juga ya. Ada yang nanya, bagaimana sih kok bisa nulis panjang gitu? Menulis itu ada tekniknya juga lho. Jadi, struktur cerita itu ada 3 babak, yakni perkenalan/pembukaan di mana di situ kita menempatkan mood, setting dan figure tokoh-tokoh, yang kedua itu konflik, misal di babak pertama sudah menanam bibit pertikaian, di sini semuanya pecah dan yang terakhir adalah resolusi, di bagian ini semuanya terjawab dan jangan berlama-lama mengakhiri. Sindrom penulis pemula itu biasanya menggendutkan bab pertama lalu yang selanjutnya bingung. Kemudian muncullah alasan hilang mood, nggak ada ide, deadlock, writer block de el el. Dee bilang alasan semacam itu tidak lain karena kurang cakap dan paham teknik menulis. Dalam membuat buku yang ratusan halaman itu kita bisa mengatasinya dengan teknik membuat timeline linear atau pemetaan coba lihat review super dari mbak Winda ini yang lebih detail. Teknik ini digunakan supaya kita tidak kelelahan di tengah jalan.
Lalu, bagaimana sih, menciptakan karakter yang gregetz? Nah, saya tertarik juga di sini, bahwa karakter yang mengesankan itu adalah mereka yang beraksi bukan korban aksi yang memperjuangkan bukan sebaliknya dibumbui dengan eskalasi pertaruhan tokohnya, hmmm  gimana sih itu? Ntar yah, aku mau nyuci dulu nih, numpuk, hihihi. 

5 komentar:

  1. hihi hari nyuci sedunia yaa....ingat dijebak supir bus, cuma 100 meter mbak hihihi...

    BalasHapus
    Balasan
    1. huhuu, pucing ngeliat cucian. hihihi, itu biar kita jalan sehat mbak

      Hapus
  2. Ini masih lanjut ya? Ditunggu deh sambil nyuci jugaaa, hahaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. masih lanjut, tapi kapan tauk nih mau ngelanjutinnya :)

      Hapus
    2. mau dilanjut, tapi kapannya blm tahu, hehehe. met nyuci mbak :)

      Hapus