Kamis, 10 Oktober 2013

A Little Orange in the Big Apple

2. Sweet Alison

River Street sudah terlihat. Disanalah letak rumah kecil Ali. Meskipun Nenek Agnes begitu liarnya mengemudi, tapi sungguh lega ketika sudah sampai rumah. Ali berjalan terpincang menuju jalan masuk dimana ibunya sedang menyiram tanaman sebelum para kerabat tiba. Ia berjalan lurus menghampiri ibunya dengan mendekap luka di lutut dan menengadah kepadanya.
“Hai sayang, kenapa?” tanya ibunya ketika melihat anaknya telah menangis .
“Aku ingin menunjukkan pada nenek betapa tingginya aku mengayun, tapi ia malah berbalik pergi. Lalu aku buru-buru melompat saat ayunan masih kencang, hingga akhirnya aku terjatuh di semak-semak dan lututku tergores.” kata Ali dengan luapan emosi sambil memegang erat lukanya.
Di saat bersamaan Nenek berjalan memasuki halaman.
“Anakmu itu berisik dan suka membuang-buang waktu.” Nenek Agnes menggeleng-gelengkan kepala sambil berjalan ke dalam rumah.
“Ibu , aku tidak berisik dan buang-buang waktu.  Aku hanya ingin seseorang melihatku betapa tingginya aku mengayun.” Air mata Ali menitik kembali. Ibunya membungkuk, memutar keran untuk mematikan air. Kemudian duduk dan menarik Ali ke pangkuannya.
“Berapa kali kukatakan agar kau pelan-pelan dan berhati-hati ketika bermain Ali?” kata ibunya lembut. Beberapa tetes air dari selang membasahi bandana ibunya lalu diusapkannya pada lutut Ali untuk menghilangkan sedikit darah yang menempel. Ia merasa jauh lebih baik setelahnya.
“Seperti yang kukira, kau memang mirip dengannya.” Ibunya tersenyum dan mengguncang-guncangnya dalam pelukan.
Ada sekumpulan bunga putih yang tumbuh sepanjang beranda, dimana Ali dan ibunya sedang duduk. Sang ibu  mengulurkan tangan untuk mengambil serumpun kecil bunga itu untuk Ali.
“Ini Sweet Alison untukmu Ali. Ia tumbuh liar di sekitar rumah dan bunga ini benar-benar mirip denganmu. Bahkan, namamu pun kuambil dari bunga ini.” ujar ibunya sambil menyerahkan buket kecil bunga untuk Ali .
“Benarkah?”  tanya Ali  “Namaku diambil dari bunga-bunga kecil  ini?”
“Ya” jawab ibunya. “Entah bagaimana awalnya. Ibu tahu bunga mawar, aster atau krisantemum. Tapi rasanya nama-nama itu tak cocok untuk gadis kecilku.”
“Kalau kris san te mum?” ulang Ali mengeja dengan tatapan bingung.
“Nggak, kamu seperti  Sweet Alison. Bebas, cerah, manis dan tumbuh sesukamu.” Ibunya memberi ciuman di dahi, menurunkannya dari pangkuan lalu menepuk-nepuk punggungnya pelan.

“Pergilah dan temui kakakmu. Kerabat kita akan datang malam ini. Ibu tak perlu mengingatkanmu bahwa seseorang yang spesial akan datang tengah malam nanti.”
“Ayah?” pekik Ali keras.
“Bukan Sayang, bukan ayah. Tapi  Santa yang menunggang kereta luncur dengan semua rusanya sambil membawa hadiah.” jawab ibunya sendu. Air mata Ali mengering ketika memikirkan Santa dan rusanya, juga hadiah yang turut bersamanya. Yah, walau masih ada sedikit kesedihan, mengingat ayahnya tidak datang. 
Ayahnya dan Santa punya kemiripan. Mereka sama-sama sibuk melakukan hal-hal paling penting tahun ini (Santa membuat mainan dan ayahnya menyanyikan lagu-lagu) tetapi ketika mereka datang. hal itu merupakan sesuatu yang menakjubkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar