Rabu, 03 Juli 2013

Eulis Si Murid Baru (Yunior, Suara Merdeka 9 Juni 2013)

           “Good morning students.” sapa Mr Jalu mengawali pagi itu.

“Good morning sir.” jawab anak-anak serempak.
“How are you today?” lanjut Mr Jalu menanyakan kabar.
“Wonderfull!!” sahut murid-murid kelas V, dengan semangat luar biasa.
“Nah, kali ini Mr Jalu mengajak murid baru untuk bergabung dengan kalian di kelas C.” ujar Mr Jalu. Bocah perempuan di samping Mr Jalu itu tampak malu-malu.
“Nami abdi teh Eulis, asal Garut,  abdi tinggal di kampung Pungkursari Salatiga.” Katanya memperkenalkan diri.
“Elis, coba perkenalkan dirimu memakai bahasa Indonesia karena teman-teman tidak mengerti bahasa Sunda.” pinta Mr Jalu. Eulis mengangguk.
“Nama saya Eulis, saya dari Garut disini saya tinggal di kampung Pungkursari Salatiga.”
“Baiklah Elis, kamu boleh duduk di bangku urutan ketiga sama Hana ya?” ujar Mr Jalu sambil menunjuk tempat Hana duduk. Eulis berjalan menuju ke arahnya. Ia masih tampak takut-takut.
            “Boleh saya duduk sini?” tanya Eulis meminta izin.
            “Tentu saja, aku malah senang akhirnya punya temen sebangku lagi” jawab Hana girang.
            “Terima kasih Hana.”
            “You’re welcome” jawab Hana berbahasa Inggris. Pandangan mereka kembali tertuju ke depan kembali.
            “Hari ini Mr Jalu akan mengajarkan kalian sebuah lagu.”
            “Yeee…..asyik asyik asyik.” sorak-sorai di kelas terdengar begitu riuh. Hana terlihat paling antusias karena ia sangat suka menyanyi, Eulis pun turut bergembira.
  “Twinkle twinkle little star.  How I wonder what you are. Up above the world so high, like a diamond in the sky. To get back home from where you are, just follow me, your angel star.”
Anak-anak menyimak lagu yang dinyanyikan Mr Jalu dengan semangat. Mereka begitu mudah cepat menghapal liriknya. Walaupun Eulis belum terlalu hapal, ia tetap mengikuti dengan tepuk tangan yang menggebu-gebu.
            “Mr Jalu ngajarnya asyik ya Elis?” bisik Hana pada Eulis.
            “Naon?” Eulis menoleh.
            “Naon itu apa?” tanya Hana tak mengerti.
            “Apa.” jawab Eulis
            “Iya apa?” tanya Hana lagi, ia malah makin bingung.
            “Iya naon itu artinya apa, Hana.” jawab Eulis lebih detail.
            “Lah, kok malah balik tanya artinya apa?” Hana makin terheran-heran.
            “Hana, Elis ada apa? kenapa kalian ngobrol sendiri.” tegur Mr Jalu menuju ke bangku dua gadis itu. Seisi kelas pun mendadak hening.
            “Ini loh Mr Jalu saya tanya Elis, naon itu artinya apa?”
            “Apa artinya Elis?” tanya Mr Jalu kepada murid baru itu.
            “Apa Mr.” jawab Eulis mulai putus asa. Mr Jalu terdiam dan berpikir sejenak.
            “Oh….jadi naon itu jika diartikan dalam bahasa Indonesia punya makna sama seperti kata ‘apa’ begitu ya Elis?” kata Mr Jalu memastikan. Eulis mengangguk dan tersenyum.
            “Satu lagi teman-teman dan Mr Jalu, nama saya Eulis yang ‘E’ nya dibaca seperti kata Elang bukan Elis seperti E biasa.” tutur Eulis membenarkan lafal pengucapan namanya.
            “Oooooooo Eulis.” Hana mencoba mengucapkan nama teman barunya itu.
            “Eulis.” Dito ikut-ikut melafalkan.
            “Eulis.” Mr Jalu tak ketinggalan karena beliau juga merasa salah melafalkan nama gadis Sunda itu.
            “Te…..” bel panjang tanda istirahat berbunyi. Anak-anak kelas lima SD V Salatiga berhambur keluar kelas menuju kantin sekolah untuk jajan.
            “Eulis aku mau beli es teh di sebelah sana, kamu mau ikut?” tanya Hana kepada teman sebangkunya itu begitu mereka sampai di kantin.
            “Saya pengen lihat-lihat makanan yang disini dulu.” kata Eulis yang terlihat tertarik dengan makanan yang dijual Mbak Faridah.
            “Ya sudah, aku kesana dulu ya, nanti kita ketemu di kelas.” tukas Hana. Eulis mengangguk setuju dan mereka pun berpisah.
            Eulis mengitari etalase jajanan Mbak Faridah yang kelihatan lezat-lezat, ada aneka gorengan, kue sentiling, kue tok, gemblong, nagasari dan masih banyak lagi. Di sekolahnya dulu Eulis jarang menjumpai makanan semacam itu. Jadi, ia pun tak tahu nama-nama makanan yang di hadapannya kini. Biasanya waktu istirahat dulu ia sering jajan cireng ato cimol tapi ia paling suka kue moci yang berisi kacang tapi makanan itu tak ada disini.
            Hemm…. kira-kira makan apa ya, batinnya. Ah ya bala-bala!
            “Teh bala-balanya satu The.” kata Eulis kepada Mbak Faridah.
            “Teh, tolong ambilin bala-balanya satu Teh, berapa harganya?” Mbak Faridah yang sibuk melayani anak-anak yang lain pun mengabaikan Eulis karena ia merasa tak menjual bala-bala.
            Eulis menyerah, ia keluar dari kerumunan dan kembali ke kelas dengan raut muram.
            “Kamu kenapa Eulis, kok kelihatan sedih begitu, mana jajananmu?” tanya Hana.
            “Saya tadi mau beli bala-bala tapi tidak dilayani?” ujar Eulis manyun. Hana bingung.
            “Bala-bala? rasanya di kantin sekolah nggak ada nama makanan itu,” batin Hana.
            “Disini nggak ada yang jual makanan itu Eulis.” Hana meyakinkan.
            “Ada, tadi saya lihat di etalase yang jual Teteh…..saya tidak tahu nam teteh itu.”
            “Mbak Faridah?”
            “Ya mungkin itu Teteh Paridah.” kata Eulis yang masih kental bahasa Sundanya dan belum bisa melafalkan huruf F dengan baik.
            “Ayo kita kesana sekarang.” ajak Hana untuk melihat makanan apa yang dimaksud Eulis.
Sesampainya di jajanan Mbak Faridah, Eulis menunjuk nampan yang terletak di pojok etalase.
            “Nah itu dia bala-balanya,” ujar Eulis sambil tersenyum. Hana melihat ke arah yang ditunjuk Eulis. Sebentar kemudian ia tertawa terpingkal-pingkal. “Kenapa kamu malah ketawa Hana?” tanya Eulis lagi.
            “Eulis, makanan itu disini namanya bakwan.” kata Hana yang masih menahan tawanya.
            “Oooooh, saya kan nggak tahu, hehehehe.” Eulis menggaruk-garuk kepalanya sambil meringis.
           
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar