Senin, 23 Maret 2015

Menjadi Penulis Apa Saja

Selamat hari Selasa (ditulis kemarin) teman-teman. Saya lagi pilek berat nih, tidak bisa bernafas dengan cantik, hihihi. Ada yang tahu obat flu paling mujarab? saya tunggu dikomen ya.

Mimpi? Hmm...apa itu? Sesuatu yang muncul ketika kita tidur. Berarti mengawali mimpi adalah dengan tidur, hihihi. Jadi, mari kita tidur. *justkidding.


Tantangan ngeblog dari grup Penulis Ungaran minggu kedua ini lumayan membuat saya berpikir. Mimpi jadi penulis? dan darinya adalah menjadi sumber nafkah. Ya, saya pernah bermimpi seperti itu dan sempat tekun juga untuk meraihnya. Namun ternyata, tak begitu mudah mendapatkan uang dari menulis. Saat itu, saya menulis banyak cerita anak dan remaja bahkan beberapa novel. Namun, itu tak cukup untuk bisa menghasilkan materi sebanyak Andrea Hirata atau Habiburrahman EL Shirazy. Ups, ternyata mimpi saya ketinggian. Ternyata juga pikiran saya simpel kala itu. Menulis saja, lalu diterbitkan, terus banyak yang beli, kaya raya deh, hahahaha. Begitu positive thinkingnya diriku ini. Sehingga yang saya hasilkan adalah halaman yang hanya dipenuhi dengan kalimat-kalimat tanpa 'isi' *wakwaw. 


Antologi perdana Narata Karia mulai membangkitkan semangatku

Lalu, gimana saya bisa punya duit kalau tulisannya saja tidak laku? di situlah saya mentok, dan mulai malas menulis hingga saya bekerja dan passionku mulai luntur. Naskah-naskah hanya teronggok pasrah di laptop. Lalu merasa bahwa mungkin ini bukan jalanku, hiks. Begitu saya menjalani hidup tanpa menulis rasanya seperti membubuhkan pupur di pipi tanpa mengoleskan lipstik di bibir, pucat dan tidak berwarna hari-hariku. Muncul keinginan untuk membenahi naskah-naskah itu, tapi selalu saja ada alasan, capeklah, menunggu hari libur supaya lebih konsen dan lain-lainnya. Hingga saya mati suri lagi.


waktu masih sregep ngikut lomba

Kadang saya bertanya, apa ya yang kurang, yang salah, yang nggak membuat editor tertarik dengan tulisanku? Oh, mungkin karena saya belum punya nama. Underestimate, itulah yang menggenapi rasa pesimisku. Hingga saya menemukan teman-teman sehobi di IIDN SemarangNarata Karia Salatiga dan Penulis Ungaran. Dari sana saya sering mendapat pencerahan tentang ilmu kepenulisan. Pandangan saya tentang menulis pun berbeda. Kini orientasi menulis saya juga bukan semata-mata uang, lebih dari itu, yakni berbagi, terdengar klise. Tapi nyatanya dengan menulis hati jadi plong. Apalagi jika bisa bermanfaat untuk orang lain. Dari sana pula muncul keinginan untuk bangkit kembali. Menulis! Menulis apa saja yang saya suka. Jadi, untuk saat ini aku ingin menuruti air hasrat dalam jiwaku. Mengeksistensikan diriku yang kecil ini melalui blog dan menjadi penulis apa saja. Tentunya saya juga punya cita-cita membuat buku. Tapi kali ini saya ingin menulis buku tentang crafting, yaitu membuat kreasi dari clay tepung. Dari sini semoga saja usahaku berbisnis suvenir kecil-kecilan ini semakin lancar. Semoga impianku bisa terwujud ya.





Suvenir pernikahan yang sedang kutekuni

6 komentar:

  1. Menulis butuh proses, step by step, Inshaa Allah ntar nemu jalannya kalau tekun dan semangat belajar...go go adit :)

    BalasHapus
  2. Thanks supportnya mbak Dedew. Moga aku terus konsisten. Amin

    BalasHapus
  3. makasi Mb Adit dan Mb Dewi pencerahannya.. :)

    BalasHapus
  4. Ayo Ran, ditunggu postingannya :)

    BalasHapus
  5. siiip Adit..menulis dan menulis...hasilnya up to God. Tuhan tak bakal mengingkari janji untuk mensukseskan yang berusaha.

    BalasHapus
  6. Benar mas, mari saling menyemangati saat mulai lesu menulis :)

    BalasHapus